20
tahun yang lalu...
Napas
baru telah muncul... Tubuh mungil... Kulit lembut...
Tangisan
jabang bayi menggema di dalam rumah gedek yang reot.
Bayi
perempuan dengan terpaksa harus di Adzhan ni oleh anggota keluarga yang lain.
Ayahanda
merantau... Hanya mampu mendo’akan dari sana. Bayi perempuan itu mulai melihat
sekelilingnya. Mulai melihat alam yang beda. Alam yang menyambut dirinya dengan
suka cita.
Ya,
dia sudah menjadi anggota keluarga dalam rumah gedek reot itu.
5
tahun berlalu~
Jabang
bayi itu menjadi anak kecil perempuan yang begitu aktif. Bermain, tertawa,
menangis kencang karena terjatuh. Ah~ Masa kanak-kanak yang begitu
membahagiakan.
Dia
masih anak-anak dan akan berubah sesuai kodratnya. Jadi biarkan dia bermain
sepuasnya, bergembira bersama teman-temannya.
Sampai
suatu hari salah satu tetangga bergurau dengannya. Menanyakan siapa
Ayahandanya.
Dia
tersenyum, dengan entengnya dia menjawab “Pak. Sikas bapakku.”
Beberapa
hari kemudian tetangganya menanyakan pertanyaan yang sama. Dan masih dengan
riangnya dia menjawab “Pak. But bapakku.”
Tidak,
dia tidak memiliki dua Ayah. Hanya saja dia belum pernah bertemu dengan Ayahnya.
Belum tau siapa nama sang Ayah. Dan dua nama tersebut hanyalah tetangga
bapak-bapak yang begitu baik dengannya.
Dia
masih bahagia... Karena dia hanyalah seorang anak-anak.
TK
Dharma Wanita 0 kecil. Astaga dia sudah masuk sekolah. Dia akan bertemu dengan
banyak teman. Hari pertama sekolah dia begitu semangat. Dia sudah mulai belajar
sebelum masuk TK. Dan untuk setiap harinya... dia akan bersemangat.
Dia
anak yang mandiri. Pagi sebelum berangkat sekolah, dia dengan lihai mandi
sendiri, mengambil pakaian di lemari yang tinggi dengan kursi merahnya,
sarapan, mengunci pintu rumahnya sebelum berangkat. Dan tidak lupa dia akan
menaruh kunci rumah di tempat paling rahasia. Dimana hanya Dia, dua Kakaknya,
dan juga Ibunya yang tahu..
Ah
ya... Dia sudah tidak tinggal lagi di rumah gedek nya. Kini dia sudah menempati
rumah yang besar dan tidak perlu takut roboh di kala hujan dan badai datang.
Rumah yang nyaman, rumah yang di bangun dengan kerja keras Ayahandanya.
Bertahun-tahun
berlalu... Akhirnya~ Dia tahu siapa Ayah nya. Ayah yang tak pernah dia lihat
sebelumnya, Bahkan foto saja dia tak punya. Ayahnya tampan dengan tubuh
besarnya. Ayahnya menimangnya, Ayahnya menggendongnya, Ayahnya memandikannya,
Ayahnya bermain, dan tertawa dengannya.
“Aku
punya Bapak.... Aku punya Bapak...” teriaknya.
Dan
untuk saat itu, ketika dia sudah menginjak Sekolah Dasar... Dia begitu sangat
bahagia dengan kehadiran sosok ayah dalam hidupnya. Meski dia harus di tinggal
merantau lagi, dia tetap bahagia. Karena mengetahui sosok Ayah dalam hidupnya
adalah kebahagiaan yang luar biasah.
Beberapa
kali bertemu dengan sang Ayah yang pulang kampung, lalu berangkat merantau
lagi, Pulang lagi, merantau lagi. Hingga
Dia kelas X di Madrasah Aliyah, Ayahnya pulang... Dan untuk pertama kalinya dia
tak ingin sang Ayah kembali merantau. Dia merasa Sang ayah udah cukup tua untuk
bekeraja jauh dari keluarganya. Malam itu, sebelum sang Ayah kembali untuk
terbang ke Negeri Orang, Ayahnya menghampiri Dirinya yang sedang tidur. Ayahnya
memeluk dengan erat tanpa menghilangkan kenyamanan si anak.
Dia
sadar sang ayah memeluknya, dan dia merasa ini pelukan yang begitu nyaman.
Jum’at 2013
Dia
anak SMA yang begitu aktif di
organisasi. Dia menjadi anak perempuan yang pendiam tapi kocak ketika sudah
bertemu dengan teman dekatnya. Dan Jum’at 2013 hari itu, dia di hubungi oleh
tantenya untuk segera pulang. Untuk izin di kakak pembina tidak mengikuti
pramuka. Jum’at itu Jum’at berduka... Jum’at yang tidak dia inginkan. Jum’at
yang menjatuhkan dia sejatuh-jatuhnya. Jum’at yang ingin dia hancurkan.
“Ada
apa? Kenapa ini?”
Begitu dia pulang, rumah begitu sepi, hawa kehangatan itu
talah tiada. Tawa riang yang biasah dia dengar dari keluarganya telah hening.
“Kenapa
Mak? Kenapa Emak menangis? Ada apa?”
“Ayo,
kamu ambil Wudhu dulu. Sholat sunnah, minta sama Allah, Semoga Bapak di terima
di sisi-NYA.”
Detik
itu juga, ia terdiam, tak ada tetes air mata, dia hanya merasa mimpi dan akan
segera bangun.
Hingga
beberapa hari kemudian, mobil ambulan datang ke-rumah. Membawa peti panjang.
Rumahnya menjadi lautan tangis,
tetangga, kerabat dekat, kerabat jauh, semua yang mengenal keluarganya datang dengan menumpahkan tangis mereka.
Malam
harinya, Dia membacakan Surah Yasin berkali-kali setelah ia percaya dengan
membuka kain kafan jasad itu. Tak henti-hentinya ia baca. Sampai tenggorokan
dan napas tak beraturan. Dia tak menangis, hanya saja bongkahan di dalam
dadanya membuat ia sesak untuk bernapas.
Dan
malam-malam berikutnya setelah kejadian itu berlalu~~~~~
Dia
menangis haru tiap kali rindu sang Ayah. Ayah yang begitu dia inginkan untuk
menyaksikan pernikahannya kelak, Ayah untuk menjadi Wali di acara Ijab
Qobulnya. Ayah yang akan menimang anak-anaknya kelak.
Ayah~
Sosok yang begitu dia damba-dambakan. Laki-laki penuh semangat untuk menghidupi
keluarganya. Laki-laki penuh wibawa. Laki-laki penuh rasa sayang pada istrinya.
Laki-laki penuh canda pada anaknya. Laki-laki yang luar biasah.
Dan
sekarang, 20 Tahun berlalu~~~ Semoga dia sehat selalu.
Amin